Senin, 19 November 2007

Gambar Yesus di Hagia Sophia, Istanbul



Hagia Sophia

Gereja Kebijaksanaan Suci atau Hagia Sophia (Άγια Σοφία) dalam bahasa Yunani, Sancta Sophia dalam bahasa Latin atau Ayasofya dalam bahasa Turki, adalah sebuah bekas gereja dan sekarang museum, di Istanbul.

Sejarah

Masa Kekaisaran Bizantium
Sampai tahun 1453, Hagia Sophia ialah gereja katedral (basilika) Bizantium yang dibangun oleh Konstantius, putra Konstantin yang Agung. Gereja ini sering jatuh bangun dihantam gempa, meski bangunannya dibuat berbentuk kubah. Pada 7 Mei 558, di masa Kaisar Justinianus, kubah setelah timur runtuh terkena gempa. Pada 26 Oktober 986, pada masa pemerintahan Kaisar Basil II (958-1025, kembali terkena gempa.

Akhirnya renovasi besar-besaran dilakukan agar tak terkena gempa di awal abad ke-14. Keistimewaan bangunan ini terletak pada bentuk kubahnya yang besar dan tinggi. Ukuran tenghnya 30 m. Tinggi dan fundamennya 54 m. Interiornya dihiasi mosaik dan fresko, tiang-tiangnya terbuat dari pualam warna-warni, dan dindingnya dihiasi ukiran.

Masa Turki Utsmani
Saat Konstantinopel ditaklukkan Sultan Mehmed II pada hari Selasa 27 Mei 1453 dan memasuki kota itu, Mehmed II turun dari kudanya dan bersujud syukur kepada Allah, lalu pergi ke Gereja Hagia Sophia dan memerintahkan mengubahnya menjadi masjid yang dikenal dengan Aya Sofia. Jum'atnya langsung diubah menjadi masjid untuk sholat Jum'at.

Di dalam Hagia Sofia, Istanbul, Turki, Juni 1994Berbagai modifikasi terhadap bangunan segera dilakukan agar sesuai dengan corak dan gaya bangunan mesjid. Pada masa Mehmed II (1444-1446 dan 1451-1481) dibuat menara di selatan. Selim II (1566-1574) membangun 2 menara dan mengubah bagian bangunan bercirikan gereja. Termasuk mengganti tanda salib yang terpampang pada puncak kubah dengan hiasan bulan sabit.

Lantas selama hampir 500 tahun Hagia Sophia berfungsi sebagai mesjid. Patung, salib, dan lukisannya sudah dicopot atau ditutupi cat.

Masa 'Modern'

Pada tahun 1937, Mustafa Kemal Atatürk mengubah status Hagia Sophia menjadi museum. Mulailah proyek "Pembongkaran Hagia Sophia". Beberapa bagian dinding dan langit-langit dikerok dari cat-cat kaligrafi hingga ditemukan kembali lukisan-lukisan sakral Kristen.

Sejak saat itu, Masjid Aya Sofya dijadikan salah satu objek wisata terkenal oleh pemerintah Turki di Istambul. Nilai sejarahnya tertutupi gaya arsitektur Bizantium yang indah mempesona.
Surat-surat di Masjid Hagia Sophia

Di sini dipamerkan surat-surat khalifah yang menunjukkan kehebatan khilafah Utsmaniyah dalam menjamin, melindungi, dan memakmurkan warganya ataupun orang asing pencari suaka tanpa pandang bulu. Tertua ialah surat sertifikat tanah yang diberikan tahun 1519 kepada para pengungsi Yahudi yang lari dari kejamnya Inkuisisi Spanyol pasca jatuhnya pemerintahan Islam di Al-Andalus. Kemudian surat ucapan terima kasih dari Pemerintah Amerika Serikat atas bantuan pangan yang dikirim kholifah ke sana yang sedang dilanda kelaparan (pasca perang dengan Inggris) abad ke-18. Lalu surat jaminan perlindungan kepada Raja Swedia yang diusir tentara Rusia dan menari eksil kepada kholifah pada 7 Agustus 1709. Surat tertanggal 13 Robi'ul Akhir 1282 H (5 September 1865) yang memberi izin dan ongkos kepada 30 keluarga Yunani yang beremigrasi ke Rusia namun kembali ke wilayah khilafah, karena di Rusia justru mereka sengsara. Yang termutakhir ialah peraturan bebas cukai barang bawaan orang-orang Rusia yang mencari eksil ke wilayah khilafah pasca Revolusi Bolshevik tertanggal 25 Desember 1920 M.

Di sini dipamerkan sekitar 100 sampel surat yang menakjubkan, baik yang ditujukan maupun yang dikeluarkan kepada kholifah. Sayangnya, yang ditonjolkan ialah bukti jika semua itu seakan merupakan bukti kehebatan bangsa Turki dulu, bukan terpancar dari akidah, syari'at, dan sistem Daulah Khilafah Islam.
.
19 November 2007
Taken from Wikipedia

Rabu, 14 November 2007

Ku Cinta Dia Selamanya

Aku hendak bernyanyi
Bagi Tuhan
Selama aku hidup
Aku hendak ber-mazmur
Bagi Allah-ku
S'lagi aku ada

Biarlah renunganku
Manis kedengaran kepada-Nya
Aku hendak bersukacita
Kar'na Tuhan yang mengasihi aku

Ku bersyukur kepada Tuhan
Ku puji kebesaran nama-Nya
Ku bernyanyi dan ber-mazmur
'Tuk kemuliaan-Nya
Ku bermegah dalam nama-Nya yang kudus
Ku cinta Dia selamanya



14 Nopember '07
(It's an old song, so I do not remember who's the creator of this Song & Lyrics)

Ku Puji Nama Tuhan

Kini ku puji Tuhan
Kini ku puji Tuhan
Kini dan selamanya
Ku puji nama Tuhan

Ku bermazmur pada-Nya
Ku bermazmur pada-Nya
Kini dan selamanya
Ku bermazmur pada-Nya

Yang datang lepaskan daku dari dosa
Tunjukkan padaku jalan hidup yang baka
Dan tinggal t'rus dalamku
Itulah sebabnya
Ku puji nama Tuhan
.
14 November 2007
(Another old song)

Selasa, 13 November 2007

KJ 249


SERIKAT PERSAUDARAAN
.
Serikat persaudaraan berdirilah teguh!
Sempurnakan persatuan di dalam Tuhanmu
Bersama-sama majulah dikuatkan iman
Berdamai bersejahtera dengan pengasihan
Serikatmu tetap teguh di atas Alasan
yaitu satu Tuhanmu dan satulah iman
dan satu juga baptisan dan Bapa satulah
yang olehmu sekalian dipuji disembah
Dan masing-masing kamu pun dib'ri anugerah
supaya kamu bertekun dan rajin bekerja
Hendaklah hatimu rendah, tahu Tuhan berpesan
jemaat menurut firman-Nya berkasih-kasihan
.
nico, 13 Nopember '07
"Sakramen Baptis Anak"
Minggu, 21 Oktober 2007

Senin, 12 November 2007

MENELADANI KISAH DAUD

Ketika kita merenungkan Daud, kita akan berpikir bahwa inilah orang yang telah meraih sukses besar dan meraih puncak. Ia seorang pejuang besar dan raja terbesar. Padahal ketika masih muda, ia tidak tampak seperti pejuang atau raja. Dialah yang bungsu dalam keluarganya, dan ketika masih kecil ia tidak terlalu banyak menerima penegasan dari orang-orang di sekelilingnya. Pergumulan terbesar Daud di tahun-tahun awalnya bukanlah melawan beruang atau singa yang ia bunuh ketika melindungi domba-domba ayahnya. Hambatan terbesarnya diciptakan oleh orang-orang yang berusaha membebani keterbatasan terhadapnya. Lihatlah bagaimana orang memandang serta memperlakukan Daud :

Isai sendiri tidak menyangka kalau Daud berpotensi menjadi raja

Apakah saudara merasakan kepedihan karena orang tua tidak percaya kepada saudara? Daud pernah merasakannya. Ayah Daud, yaitu Isai, menjadi sangat kegirangan ketika mendengar bahwa nabi Samuel mau datang untuk mengurapi salah seorang puteranya menjadi raja Israel yang berikutnya. Mungkin Isai dan istrinya tidak bisa tidur membicarakan dan merenungkan kualitas masing-masing puteranya. Yang manakah yang akan dipilih Allah?

Ketika Samuel tiba di rumah Isai untuk mengurapi salah seorang puteranya, Isai membariskan putera-putera yang ia anggap berpotensi menjadi raja, kecuali Daud. Isai bahkan tidak mau repot-repot memanggil Daud dari ladang. Dan pada mulanya, sang nabi pun berpikiran seperti Isai. Ia nilai putera-putera Isai itu menurut penampilan mereka. Tetapi Allah berpandangan lain. Kitab Suci menyatakan :

Ketika mereka itu masuk dan Samuel melihat Eliab, lalu pikirnya : “Sungguh, dihadapan Tuhan sekarang berdiri yang diurapi-Nya”. Tetapi berfirmanlah Tuhan kepada Samuel : “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah, manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati (1 Samuel 16:6-7)

Isai membariskan putera-puteranya dihadapan Samuel, tetapi Allah tidak memilih satu pun di antara mereka. Allah menghendaki Daud, yang mempunyai hati. Sangat menghibur bukan? Mengetahui bahwa Allah menilai kita menurut siapa kita sesungguhnya, seandainya pun keluarga kita tidak.

Saudara-saudara Daud tidak menyangka kalau Daud berpotensi menjadi raja

Daud mengalami penolakan serupa dari saudara-saudaranya. Ketika Israel berperang dengan bangsa Filistin, tiga saudara Daud menjadi prajurit. Daud ditinggal di rumah untuk menggembalakan ternak ayahnya. Saat Isai toh mengutus Daud ke medan perang untuk mengantarkan makanan bagi saudara-saudaranya itu serta membawa pulang beritanya, saudara-saudaranya itu malah melecehkannya. Terutama ketika Daud menyampaikan niatnya untuk bertarung melawan Goliat, sementara semua prajurit lainnya ketakutan. Alkitab menyatakan bahwa Eliab, saudara Daud, menjadi marah dan berkata, “Mengapa engkau datang? Dan pada siapa kautinggalkan kambing domba yang dua tiga ekor itu di padang gurun? Aku kenal sifat pemberanimu dan kejahatan hatimu, engkau datang kemari dengan maksud melihat pertempuran” (1 Samuel 17:28). Saudara-saudaranya memandangnya tidak lebih dari anak suruhan, padahal ia mempunyai misi.

Raja Saul sendiri tidak menyangka kalau Daud berpotensi menjadi pemenang

Ketika Raja Saul mendengar bahwa ada orang di kamp yang mau bertarung melawan Goliat, iapun memanggilnya. Ia tentu membayangkan veteran berperawakan raksasa untuk menghadapi pejuang Filistin yang tingginya enam hasta sejengkal itu. Ternyata yang datang menghadap hanyalah seorang gembala, yang mengatakan, “Janganlah seseorang menjadi tawar hati karena dia, hambamu ini akan pergi melawan orang Filistin itu”. Jawaban Saul mengungkapkan keraguannya. Katanya kepada Daud, “Tidak mungkin engkau dapat menghadapi orang Filistin itu untuk melawan dia, sebab engkau masih muda, sedang dia sejak dari masa mudanya telah menjadi prajurit” (1 Samuel 17:32-33).

Goliat sendiri tidak menyangka kalau Daud berpotensi menjadi lawannya

Penghinaan terakhir yang dialami Daud terjadi ketika Goliat melihatnya maju untuk bertarung. Orang Filistin yang raksasa ini memandang anak gembala itu dan bereaksi negatif. Kitab suci menyatakan :

Orang Filistin itu berkata kepada Daud: “Anjingkah aku, maka engkau mendatangi aku dengan tongkat?” Lalu demi para allahnya orang Filistin itu mengutuki Daud. Kemudian orang Filistin itu berkata kepada Daud: “Hadapilah aku, maka aku akan memberikan dagingmu kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang di padang” (1 Samuel 17:43-44).

Goliat menghina Daud dan bahkan menganggapnya tidak layak untuk dikuburkan secara layak, dan setelah mengucapkan kata-kata itu ia menyerang Daud.

Hikmah dari kisah ini, saudara bisa menentukan kaliber seseorang dari banyaknya penentangan untuk menjadikannya berkecil hati. Daud menghadapi penentangan luar biasa. Semua orang mengatakan Daud tidak berpotensi, TETAPI DAUD SANGGUP :

Mengatasi keluarganya (keterbatasan HUBUNGAN)
Mengatasi orang-orang seperti Raja Saul (keterbatasan KEPEMIMPINAN)
Mengatasi orang-orang seperti Goliat (keterbatasan KETRAMPILAN)

Ia buang segala keterbatasan yang dibebankan kepadanya lalu ia bunuh Goliat. Selanjutnya ia buang keterbatasan yang dibebankan terhadap pasukan Israel dan merekapun berhasil menggempur pasukan Filistin. Kemenangan PRIBADI Daud berubah menjadi kemenangan seluruh BANGSA Israel. Haleluya !


Nico, 12 Nopember 2007
-Disadur dari Running With The Giants by John C. Maxwell-

MENELADANI KISAH YONATAN

Apabila kita sedang merenungkan kisah Daud, janganlah lupa untuk merenungkan pula kisah Yonatan. Yonatan menjadi sahabat akrab Daud begitu Daud berhasil membunuh Goliat. Kitab suci mengatakan :

“Ketika Daud habis berbicara dengan Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri. Pada hari itu Saul membawa dia dan tidak membiarkannya pulangke rumah ayahnya. Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri. Yonatan menanggalkan jubah yang dipakainya, dan memberikannya kepada Daud, juga baju perangnya, sampai pedangnya, panahnya dan ikat pinggangnya” (1 Samuel 18:1-4).

Semenjak itu, Yonatan bersedia melakukan apa pun untuk menolong Daud, dan itu baik karena Daud memang akan membutuhkan banyak pertolongan.

* Daud dikeluarkan dari wilayah nyamannya
Pada hari Daud membunuh Goliat, segalanya berubah dalam kehidupannya. Dari seorang anak tidak dikenal, ia menjadi pahlawan, dan dari gembala menjadi pemimpin.

* Raja Saul cemburu terhadap Daud dan terus berusaha menghancurkannya.
Sang raja marah besar ketika rakyat bernyanyi, “Saul mengalahkan musuh beribu-ribu, tetapi Daud berlaksa-laksa”.

* Kehidupan Daud ibarat kereta luncur emosional
Baru Daud memimpin pasukan Israel, tahu-tahu ia sudah harus bersembunyi dari pasukan yang sama sebab Saul mengerahkannya untuk membunuhnya.

* Daud menghadapi banyak tantangan berat.
Daud seringkali kewalahan. Tugas-tugasnya dari sang raja itu sulit dan harapan rakyat sangat tinggi. Tanpa pertolongan, Daud tidak akan tahan. Jadi pada setiap kesempatan, Yonatan menolong Daud.

KUASA GAMBARAN BESAR

Apakah yang memberdayakan Yonatan sehingga mendahulukan Daud ketimbang dirinya? Toh Yonatan adalah pangeran Israel yang berhak mewarisi Tahta. Tetapi semenjak ia berjumpa dengan Daud, Yonatan memahami potensi Daud (tidak seperti Raja Saul, saudara-saudara Daud sendiri, atau bahkan ayahnya sendiri). Yonatan melihat gambaran besarnya.

> Cara Berpikir Yonatan yang Melihat Gambaran Besarnya Itulah yang Memungkinkan Memandang Dirinya Sendiri dari Perspektif yang Benar.

Kemampuan besar pertama melihat gambaran besar (big picture) adalah mampu menilai diri sendiri secara realistik. Kalau saudara “terlalu tinggi”, maka saudara melakukan hal-hal yang hanya memuaskan EGO saja. Kalau saudara “terlalu rendah” menilai, bisa-bisa malah berkecil hati dan melalaikan hal-hal yang seharusnya BISA diperbuat. Ketika Yonatan berjumpa dengan Daud setelah Daud membunuh Goliat, Yonatan sadar bahwa Daud lah yang lebih berpotensi menjadi pemimpin yang lebih baik dari pada dirinya bahkan Saul ayahnya.

> Cara Berpikir yang Melihat Gambaran Besar Itulah yang Memungkinkannya Memandang Orang Lain dari Perspektif yang Benar

Ketika Yonatan memandang dirinya secara realistik, ia bebas memperlakukan sesamanya sebagaimana layaknya. Yonatan tahu bahwa menolong Daud akan menguntungkan kerajaan itu lebih daripada mempromosikan dirinya sendiri sebagai calon raja Israel. Seamentara Raja Saul, ayahnya, terus berusaha memanipulasi situasinya untuk menyingkirkan Daud, Yonatan justru bekerja keras untuk menolong sahabatnya ini.

> Cara Berpikir yang Melihat Gambaran Besar Itulah yang Memungkinkannya Melakukan Kebenaran Menurut Perspektif Allah

Seringkali ambisi pribadi kita mengaburkan petunjuk Allah bagi kehidupan kita. Tetapi karena menguasai gambaran besarnya, Yonatan terbantu memahami apa yang dikehendaki Allah. Walaupun itu tidak menguntungkannya secara pribadi, Yonatan mentaati Allah dan tidak merengek soal hak-haknya sendiri. Yonatan merelakan masa depannya sendiri demi melayani orang yang tepat. HASILNYA? Pemerintahan Raja Daud lah yang terbesar sepanjang sejarah kerajaan Israel.

Hikmah dari kisah Yonatan ini :
* Dibutuhkan banyak pembuat pemimpin seperti Yonatan untuk menjadikan seorang pemimpin.
* Setiap kali saudara berjumpa dengan orang-orang yang berpotensi, saudara harus membuat pilihan.
* Janganlah saudara bermentalkan seperti Raja Saul, seharusnya waktunya dihabiskan untuk hal-hal yang produktif ketimbang merusak.
* Ketika saudara menolong seorang pemimpin, saudara turut merayakan apa pun yang diraihnya.
* Saudara tidak harus dibarisan depan untuk memberikan dampak. Perkuatlah pemimpin saudara, maka saudara bisa membantu meraih cita-cita bersama.


Nico, 12 Nopember 2007
-Disadur dari Running With The Giants by John C. Maxwell-

Senin, 29 Oktober 2007

Prayer

So Jesus told them,

"Pray in this way:

Our Father in heaven,
help us to honor your name.

Come and set up your kingdom,
so that everyone on earth will obey you,
as you are obeyed in heaven.

Give us our food for today.

Forgive us for doing wrong,
as we forgive others.

Keep us from being tempted and protect us from evil.

The kingdom, the power, and the glory are yours forever".

Amen..

Matthew 6/Luke 11
29 October 2007

Jumat, 26 Oktober 2007

How To Pray

First of all, I ask you to pray for everyone. Ask God to help and bless them all, and tell God how thankful you are for each of them.

Pray for kings and others in power, so that we may live quiet and peaceful lives as we worship and honor God.

This kind of prayer is good, and it pleases God our Savior.

God wants everyone to be saved and to know the whole truth, which is,

There is only one God,
and Christ Jesus
is the only one
who can bring us
to God.

Jesus was truly human,
and he gave himself
to rescue all of us.

God showed us this
at the right time.

I Timothy 2:1-6
26 October 2007

Kamis, 11 Oktober 2007

nDeso Katrok...

Wong nDeso katrok, adalah ungkapan yang melekat pada sosok Tukul Arwana. Tukul Arwana sekarang melejit pamornya karena mengekspos ke-ndesoan-nya di acara Empat Mata - Trans 7.

Biasanya orang di jaman sekarang akan mengangkat ke-modernan-nya dalam memposisikan diri, organisasi, atau produknya agar lebih mudah aktifitas marketingnya. Mengingat sekarang era globalisasi dan dunia sudah borderless.

Team Empat Mata cukup sukses melakukan re-positioning yang kreatif dengan memasang Tukul Arwana sebagai Host-nya. Tukul yang ndeso tidak minder kepada para bintang tamu yang cantik-cantik dan sexy tentunya. Padahal Bahasa Inggris si-Tukul jelas sangat parah. Situasi ini cukup kontras dengan gaya pergaulan metropolitan yang sok ke-inggris-inggrisan.

Saya jadi teringat pada tahun 2005 sebelum ada acara Empat Mata di Trans 7, kami juga melakukan re-posiotining pada lomba vocal group dalam rangka MPDK 2005 di GKJ Tangerang. Kami tampil dengan nDeso Style, baik seragam, gaya, maupun arransement-nya.

Diluar dugaan, VG Pepanthan Serpong tampil sebagai juara 1. Piala yang dibawa pulang bertambah 1 lagi karena juga menyabet VG dengan Kostum dan Penampilan Terbaik. Walaupun ini cuma lomba tingkat GKJ Tangerang, namun strategi re-positioning tetap dipikirkan matang-matang. nDeso yo ndeso, ning apik polesanne.

Jadi Anda jangan pernah minder jadi wong ndeso katrok,
yang penting kreatif dan berkualitas he he he...


11 Oktober '07
nb: Sing ndeso iku sakjane yo p. Engel, trus ajak-ajak liyane he he he...

Rabu, 10 Oktober 2007

GKJ's Young Guns

Saat rehat makan malam pada acara retret 11-12 Agustus 2007 yang lalu, saya berdua dengan seorang panitia sempat ngobrol dengan salah satu pembicara tamu. Beliau mengatakan 'surprise' dengan para pesertanya yang mayoritas masih muda-muda. Karena sebelumnya beliau membayangkan akan menjadi pembicara retret dengan mayoritas peserta adalah 'kaum sepuh' atau 'kasepuhan'.

Namun ternyata, hampir semua peserta retret Pepanthan Serpong ini adalah keluarga muda. Makanya beliau 'surprise' dan berkata kepada kami berdua : "Kok, anak muda masih mau bertahan di GKJ ya?" "Biasanya anak muda itu khan nggak mau bergereja lagi di GKJ?"

Setelah kejadian itu, kami masih sering membicarakan pernyataan yang cukup menggelitik dari pembicara retret itu. Karena bisa dipandang dari dua sisi. GKJ yang sudah terlalu tua dan dianggap kurang/tidak bisa mengikuti jaman, ataukah kami yang muda-muda ini yang kurang gaul sehingga masih mau bergereja di GKJ?

Saya yakin bahwa pernyataan pembicara retret ini tidak bisa dianggap mewakili opini publik secara keseluruhan. Namun sebagai sebuah sample, pernyataan ini cukup kritis dan menggelitik.

Saya sendiri sejujurnya karena sudah terlanjur sayang dan 'lahir ceprot' langsung jadi warga GKJ. Walaupun dulu sering jalan-jalan atau jajan ke gereja lain, akhirnya pulang kandang juga. Apalagi bini gue orang GKJ juge he he he...... Even so I'm proud to be one of GKJ's Young Guns.

Nah, bagaimana dengan Anda? Kenapa mau bergereja di GKJ?



10 Oktober 2007

Rabu, 03 Oktober 2007

Tanggung Jawab Sosial Gereja -1

Tantangan saat ini dan ke depan

1. Dewasa ini Gereja telah berada dalam era masyarakat yang mulai kehilangan batas-batas (borderless) dalam segala bidang kehidupan. Makin lancarnya transportasi dan makin canggihnya sarana informasi, menyebabkan dunia menjadi semakin sempit. Perkembangan di salah satu belahan bumi, akan diketahui pada saat bersamaan di belahan bumi yang lain. Pola kehidupan di suatu negara, dalam waktu singkat akan dilihat (dan mungkin ditiru) oleh masyarakat di negara lain. Batas-batas budaya, etnis dan kedaerahan makin luntur. Namun, sebagai reaksi paradoksal terhadapnya berkembang pula kecenderungan defensif masyarakat atau komunitas manusia untuk mempertahankan keterikatan primordialnya secara sempit. Di tengah keterasingannya, manusia berusaha kembali mencari kehangatan dalam ikatan-ikatan lamanya, entah secara etnik, kultural maupun religius. Pada satu sisi ada kecenderungan masing-masing komunitas berusaha untuk mempertegas identitasnya, namun pada sisi yang lain, komunitas-komunitas itu berhadapan dengan pluralitas yang kerap kali melunturkan identitas-identitas partikularnya. Jika tidak diwaspadai, usaha mempertegas identitas tanpa memperhatikan realitas pluralistik yang dihadapi, akan menumbuhkan wawasan kerdil, yang pada gilirannya akan membuka peluang bagi terjadinya benturan dan ketegangan antarkomunitas atau antarkelompok masyarakat, baik yang bersifat lunak, maupun yang berbentuk kekerasan.

2. Fakta lain yang tidak dapat diabaikan, gereja dan seluruh umat Kristen kini telah berada di era masyarakat modern, bahkan mulai memasuki era post modern, yang dicirikan oleh rasionalitas, fungsionalitas, produktivitas, serta kemampuan bersaing (competitiveness). Jika gereja dan umat Kristen mengabaikan ciri-ciri tersebut, maka mereka akan terpinggirkan (termarjinalisasi). Dalam segala segi kehidupan, pemilihan alternatif-alternatif oleh masyarakat cenderung makin didasarkan pada pertimbangan rasional, fungsional, hasil yang dicapai dan keunggulan yang dimiliki. Segala penawaran, entah barang atau pun jasa, tidak mungkin dilepaskan dari pertimbangan-pertimbangan tersebut. Mestinya, dalam masyarakat modern dan post modern, pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan pada sentimen primordial sempit makin tidak memperoleh tempat. Namun yang jelas, benturan antara partikularitas dan pluralitas (universalitas) sedang bergolak di seluruh dunia, dan di negara-negara ‘tanggung’ seperti Indonesia ini, gereja menghadapi tekanan berat akibat benturan tersebut.

3. Dalam tatanan masyarakat dewasa ini, gereja dan umat Kristen berada di tengah gaya tarik globalitas, pluralitas dan diversitas, baik dari sisi agama, budaya, ekonomi, politik, maupun etnik. Pada satu sisi, manusia makin menyadari bahwa secara mondial dirinya berada dalam kebersamaan dengan orang lain, dan merupakan bagian dari masyarakat mondial itu. Namun pada sisi lain harus pula disadari bahwa komposisi masyarakat dunia itu terdiri dari berbagai keanekaragaman. Seharusnya keanekaragaman tersebut diterima sebagai pluralitas yang wajar dan bukan dipandang sebagai diversitas. Pluralitas mengacu pada adanya hubungan saling bergantung antarberbagai hal yang berbeda, sedangkan diversitas mengacu pada ketiadaan hubungan seperti itu.

4. Di samping itu, gereja juga menghadapi realitas lain. Dapat diproyeksikan bahwa spesifikasi-spesifikasi bidang kehidupan akan makin tajam dan penguasaan keterampilan-keterampilan tertentu akan makin dibutuhkan oleh pasar (masyarakat pengguna). Dapat diperhitungkan bahwa perhatian masyarakat akan makin bergeser, bukan lagi pada formalitas ijazah yang diperoleh seseorang, melainkan pada sertifikasi sebagai bukti penguasaan keahlian dan keterampilan tertentu. Hal ini memberi peluang bagi terciptanya berbagai bidang kehidupan yang baru. Sehubungan dengan itu, gereja dan umat Kristen dituntut untuk kreatif mencari dan menemukan alternatif-alternatif pilihan kehidupan.

5. Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, pada satu pihak diharapkan bahwa kesadaran terhadap harkat kemanusiaan yang makin tinggi dapat memberi arah menuju makin dihargainya nilai kemanusiaan. Namun pada pihak lain, seiring dengan itu, perlu disadari bahwa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak terkontrol oleh moralitas dan etika juga cenderung mengabaikan kemanusiaan, sehingga dapat pula terjadi proses dehumanisasi yang makin parah. Dalam hal ini, gereja diharapkan mampu menunjukkan keunggulannya di bidang moral dan etika. Gereja tidak hanya berurusan dengan masalah ‘kerohanian’ yang abstrak, melainkan juga berurusan dengan masalah kemasyarakatan secara konkret. Mestinya gereja mampu menjadi sumber pengajaran moral dan etika bagi masyarakat.


Oleh : Drs. Bambang Subandrijo, MTh., MA
Disampaikan dalam Weekend Session
GKJ Tangerang Pepanthan Serpong
22 September 2007

Tanggung Jawab Sosial Gereja -2


Tugas dan panggilan gereja


6. Gereja dan seluruh orang beriman mengemban tugas panggilan untuk menjadi berkat bagi banyak orang, atau dalam arti yang lebih luas, dipanggil untuk memelihara kehidupan karunia Allah. Keselamatan karunia Allah tidak lain adalah dipulihkannya kehidupan yang sesungguhnya, yaitu kehidupan damai sejahtera dalam keterhubungan dengan Allah secara benar. Dalam posisi demikian, gereja mempunyai tanggung jawab besar untuk ikut serta membangun serta membenahi dunia. Itu juga berarti bahwa gereja ikut bertanggung jawab atas kehidupan bangsanya. Gereja tidak mungkin memalingkan muka dari keprihatinan dunia (masyarakat dan bangsanya). Panggilan untuk menjadi berkat, atau menghadirkan keselamatan ini harus dijabarkan dalam seluruh segi kehidupan, termasuk kehidupan umat manusia yang kini mulai memasuki era kesejagatan.

7. Keterpanggilan gereja untuk terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara haruslah ditempatkan sebagai salah satu sisi dari tanggung jawab rangkap yang diembannya. Pada satu sisi, gereja (baca seluruh umat Kristen) adalah warga negara ‘Kerajaan Allah’, yang harus hidup dalam tatanan Kerajaan Allah, taat kepada Allah serta memberlakukan otoritas Allah sebagai ‘Raja’-nya. Namun pada sisi lain, umat Kristen adalah warganegara negara duniawi, yang harus ikut serta bertanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa dan negaranya. Keterlibatan gereja (umat Kristen) dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negaranya secara mendasar dapat disebut sebagai tanggung jawab politis. Dari sudut pandang ini, politik tidak harus diartikan sebagai sesuatu yang kotor dan duniawi, melainkan sebagai realisasi tanggung jawab warga negara terhadap kehidupan negaranya. Ada baiknya, pengertian kata politik kita gali secara etimologis. Istilah politik memiliki akar kata ‘polis’ yang artinya ‘kota’ atau ‘negara’. Dari kata ‘polis’ timbul kata ‘polites’, yang berarti ‘penduduk kota’ atau ‘warga negara’. Kata kerja Yunani ‘politeuomai’ berarti ‘memerintah atau mengatur negara’. Dari kata tersebut muncul derivatifnya ‘politike’, yang berarti ‘tanggung jawab warga negara terhadap negaranya’. Pengertian mengenai tanggung jawab warga negara terhadap negaranya disebut ‘politike episteme’. Episteme secara harfiah berarti ‘pengertian’ atau ‘pengetahuan’. Sedangkan cara-cara untuk menggalang kekuatan atau menghimpun dukungan dalam rangka menjalankan negara atau mempengaruhi jalannya negara disebut ‘politike tekhne’. Dalam istilah yang terakhir inilah kata politik sering mendapatkan konotasi negatif, karena teknik berpolitik dalam politik praktis sering mengabaikan cara-cara yang digunakan untuk memperoleh dukungan.

8. Untuk melaksanakan tugas-panggilannya di masa kini, mau tidak mau, gereja harus menyadari realitas masyarakat yang dihadapinya. Pada satu pihak, gereja diperhadapkan pada berbagai sisi dan dimensi global, sebagaimana terpapar di awal tulisan ini. Namun pada pihak lain, masyarakat yang menjadi sasaran pelayanannya secara konkret adalah masyarakat lokal dengan segala kekhasannya. Dalam rangka menjadi berkat bagi banyak orang, gereja harus mampu menemukan perpaduan harmonis dari ketegangan kedua realitas itu, tanpa mengabaikan salah satu dari padanya. Di sini kita tidak perlu mempertentangkan kebenaran gagasan think globally, act locally atau think locally act globally, sebab kedua-duanya perlu serempak dilaksanakan.

9. Dalam kondisi seperti itu bermacam-macam tantangan membentang di hadapan kita. Mengantisipasi tantangan-tantangan tersebut secara tepat akan terkait erat dengan tugas-tugas pembinaan yang harus dilakukan oleh gereja terhadap warganya. Bahkan boleh dikatakan bahwa inti tugas pembinaan adalah menyadarkan warga gereja/jemaat agar siap menghadapi segala tantangan dengan keputusan yang tepat disertai sikap iman yang benar. Itu berarti bahwa gereja harus senantiasa mencermati perkembangan masyarakat dengan sungguh-sungguh. Gereja tidak mungkin lagi berat sebelah, hanya memperhatikan urusan-urusan yang dinilai ‘rohani’ dan mengabaikan realitas kehidupan masyarakat (dunia) di sekitarnya.

10. Dalam arti luas, pembinaan yang dilakukan oleh gereja terhadap umatnya merupakan upaya yang bertujuan mengembalikan manusia kepada kemanusiaannya seutuhnya, yaitu sebagai gambar Allah yang berada dalam relasi yang benar dengan-Nya. Dalam kondisi itu, melalui keunikan masing-masing, setiap individu (seharusnya) mampu mencerminkan kemuliaan Allah secara bertanggung jawab. Melaksanakan pembinaan mencakup pula aktivitas mendidik manusia seutuhnya. Jadi jelas bahwa gereja memiliki tanggung jawab di bidang pendidikan. Hal ini tentu tidak terlepas dari kerangka tugas dan panggilannya untuk memelihara kehidupan, serta untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Ranah tanggung jawabnya bukan hanya di bidang ‘rohani’, melainkan seutuh kehidupan manusia, yang harus dipertanggungjawabkan kepada Sang Pemberi kehidupan itu.


Oleh : Drs. Bambang Subandrijo, MTh., MA
Disampaikan dalam Weekend Session
GKJ Tangerang Pepanthan Serpong
22 September 2007

Tanggung Jawab Sosial Gereja -3

Gereja: tempat pembelajaran

11. Pada masa lalu, ujung tombak pekabaran Injil di Indonesia adalah kesehatan dan pendidikan. Memang kedua hal tersebut sangat berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia. Sayang sekali, banyak gereja tidak lagi menaruh perhatian terhadap masalah ini. Kalaupun tidak melalui penyelenggaraan pendidikan formal, mestinya gereja jangan sampai kehilangan fungsinya sebagai tempat pembelajaran bagi warga jemaat, baik dalam masalah iman, maupun dalam masalah sikap hidup secara utuh. Gereja bukan hanya bertugas untuk menyosialisasikan doktrin secara turun-temurun, melainkan harus mampu membelajarkan warga jemaatnya hingga mencapai tingkat kedewasaan iman secara penuh.

12. Kerap kali gereja gagal membangun karakter warga jemaatnya sebagaimana diharapkan, sebab yang terjadi lebih banyak transfer of doctrine and tradition, ketimbang pembentukan kepribadian manusia Kristen yang sesungguhnya. Peribadahan lebih banyak dilakukan sebagai formalitas keagamaan, sementara tugas-tugas pembinaan dan pastoral terabaikan. Akibatnya, kehidupan berjemaat tercerai dari realitas masyarakat. Jemaat merasa tenteram berada dalam kehangatan persekutuannya sendiri secara eksklusif daripada membawa Injil ke luar, kepada dunia. Jika hal tersebut terjadi, berarti gereja kurang berhasil membentuk karakter manusia Kristen secara utuh. Dalam hal ini, peran rohaniwan (termasuk majelis jemaat) sangat menentukan. Rohaniwan seharusnya tidak menempatkan diri di atas menara gading dan menuntut ketaatan mutlak anggota-anggota jemaatnya, tanpa sikap kritis dan kreatif. Sebaliknya, rohaniwan adalah pelayan Tuhan dalam membelajarkan umat-Nya untuk “memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Ef. 4:12-13). Untuk itu, rohaniwan pun dituntut untuk senantiasa belajar, dalam rangka memperlengkapi diri sebagai pelayan Tuhan yang baik.

13. Dalam rangka pembelajaran dan pemberdayaan warga jemaat, gereja perlu melibatkan warga jemaat dalam kegiatan-kegiatannya, sesuai dengan potensi masing-masing. Untuk menciptakan gereja yang hidup, rohaniwan tidak seharusnya menempatkan diri sebagai figur sentral yang (menganggap diri) serba mampu, dan melakukan segala hal sendirian (one man show). Sebaliknya, warga jemaat (yang sering disebut kaum awam) haruslah mulai dilibatkan. Dengan demikian maka gereja akan hidup dan berkembang.


Oleh : Drs. Bambang Subandrijo, MTh., MA
Disampaikan dalam Weekend Session
GKJ Tangerang Pepanthan Serpong
22 September 2007

Selasa, 02 Oktober 2007

Tanggung Jawab Sosial Gereja -4

Beberapa faktor penunjang

14. Dalam rangka mewujudnyatakan iman di tengah konteks masyarakatnya, gereja dan seluruh umat Kristen dituntut untuk memiliki pengetahuan memadai mengenai budaya, kondisi sosial-ekonomi masyarakat sekitarnya, problematika sosial, dan perkembangan politik yang sedang terjadi. Dengan kata lain, gereja dan umat Kristen perlu memperhatikan keterkaitan antara iman dengan konteks kehidupan sosialnya. Untuk itu, setiap orang Kristen perlu terus-menerus membaharui dan memperlengkapi diri dengan berbagai kemampuan. Orang beriman yang baik selalu berusaha memiliki pengetahuan yang luas sebaik mungkin. Dengan demikian ia akan sanggup berkreasi, berinovasi, mencari dan menerapkan langkah-langkah solutif atas problematika yang dihadapi oleh gereja dan masyarakat tempat ia berada.

15. Untuk menciptakan kehidupan berjemaat yang semarak, tampak hidup secara dinamis, gereja perlu diperlengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Memang, sampai saat ini masih banyak gereja (merasa) kurang mampu, namun dengan pembinaan dan pengelolaan hidup berjemaat yang baik, niscaya potensi jemaat yang sering tidak kita perhitungkan, akan meningkat pesat. Jemaat yang semula merasa miskin ternyata memiliki kemampuan besar untuk menyemarakkan kehidupan gerejawinya, dan berbuat banyak untuk masyarakatnya.

16. Dalam kondisi tertentu, mungkin diperlukan pembenahan kelembagaan, meliputi: organisasi, sistem manajemen, personalia, perumusan ulang visi dan misi secara jelas. Hal ini penting dalam rangka meningkatkan kecekatan untuk mengantisipasi perkembangan, penentuan garis-garis kebijakan gereja secara cermat, cerdas dan seksama, kemampuan membangun jejaring dan sinergi dengan lembaga-lembaga lain, baik Kristiani maupun non-Kristiani, dalam rangka menangani masalah kemanusiaan bersama.

17. Hal yang tidak kalah penting untuk dikembangkan adalah kemampuan gereja mendekatkan diri dengan masyarakat. Penerimaan masyarakat sekitar terhadap gereja ditentukan oleh kualitas relasinya dengan mereka. Kadang-kadang gereja terlena dalam urusan internalnya dan abai untuk membangun relasi yang baik dengan masyarakat. Andil setiap umat Kristen dalam membangun relasi individual dengan masyarakat sekitar juga tidak dapat dianggap sepele. Oleh sebab itu, secara individual, setiap orang Kristen juga terbeban untuk membangun hubungan baik dengan orang lain di dalam jalinan masyarakatnya. Pendekatan kultural dengan tetap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan tanpa membedakan sekat-sekat primordialnya, akan merupakan salah satu kunci sukses untuk membangun relasi.

Semoga bermanfaat.

Oleh : Drs. Bambang Subandrijo, MTh., MA
Disampaikan dalam Weekend Session
GKJ Tangerang Pepanthan Serpong
22 September 2007

Senin, 01 Oktober 2007

Berterima Kasih

Sudah selayaknya saya berusaha senantiasa bersyukur atas segala yang saya miliki serta mengembangkan sikap berterima kasih atas segala berkat dan anugerah yang Tuhan berikan.

Terima kasih, adalah kata yang penuh pesona yang bisa kita ungkapkan di setiap kesempatan. Menunjukkan penghargaan kita terhadap orang lain dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati . Hal ini juga untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dengan sesama.

Dari begitu banyak berkat yang kita terima, salah satunya adalah orang-orang istimewa yang memperkaya kehidupan kita setiap saat. Teman yang mau memberikan perhatian, walau dalam kesederhanaannya.

Terima kasih saya ucapkan untuk teman-teman persekutuan doa-ku. Atas perhatiannya di salah satu moment penting dalam hidupku. Dalam kesukaan dan keceriaan mau berbagi rasa pada perayaan ulang tahunku yang sungguh luar biasa…


1 Oktober ‘07
Ulang tahunnya sudah lama, tapi baru aja nemu photonya he3x..