Senin, 29 Oktober 2007

Prayer

So Jesus told them,

"Pray in this way:

Our Father in heaven,
help us to honor your name.

Come and set up your kingdom,
so that everyone on earth will obey you,
as you are obeyed in heaven.

Give us our food for today.

Forgive us for doing wrong,
as we forgive others.

Keep us from being tempted and protect us from evil.

The kingdom, the power, and the glory are yours forever".

Amen..

Matthew 6/Luke 11
29 October 2007

Jumat, 26 Oktober 2007

How To Pray

First of all, I ask you to pray for everyone. Ask God to help and bless them all, and tell God how thankful you are for each of them.

Pray for kings and others in power, so that we may live quiet and peaceful lives as we worship and honor God.

This kind of prayer is good, and it pleases God our Savior.

God wants everyone to be saved and to know the whole truth, which is,

There is only one God,
and Christ Jesus
is the only one
who can bring us
to God.

Jesus was truly human,
and he gave himself
to rescue all of us.

God showed us this
at the right time.

I Timothy 2:1-6
26 October 2007

Kamis, 11 Oktober 2007

nDeso Katrok...

Wong nDeso katrok, adalah ungkapan yang melekat pada sosok Tukul Arwana. Tukul Arwana sekarang melejit pamornya karena mengekspos ke-ndesoan-nya di acara Empat Mata - Trans 7.

Biasanya orang di jaman sekarang akan mengangkat ke-modernan-nya dalam memposisikan diri, organisasi, atau produknya agar lebih mudah aktifitas marketingnya. Mengingat sekarang era globalisasi dan dunia sudah borderless.

Team Empat Mata cukup sukses melakukan re-positioning yang kreatif dengan memasang Tukul Arwana sebagai Host-nya. Tukul yang ndeso tidak minder kepada para bintang tamu yang cantik-cantik dan sexy tentunya. Padahal Bahasa Inggris si-Tukul jelas sangat parah. Situasi ini cukup kontras dengan gaya pergaulan metropolitan yang sok ke-inggris-inggrisan.

Saya jadi teringat pada tahun 2005 sebelum ada acara Empat Mata di Trans 7, kami juga melakukan re-posiotining pada lomba vocal group dalam rangka MPDK 2005 di GKJ Tangerang. Kami tampil dengan nDeso Style, baik seragam, gaya, maupun arransement-nya.

Diluar dugaan, VG Pepanthan Serpong tampil sebagai juara 1. Piala yang dibawa pulang bertambah 1 lagi karena juga menyabet VG dengan Kostum dan Penampilan Terbaik. Walaupun ini cuma lomba tingkat GKJ Tangerang, namun strategi re-positioning tetap dipikirkan matang-matang. nDeso yo ndeso, ning apik polesanne.

Jadi Anda jangan pernah minder jadi wong ndeso katrok,
yang penting kreatif dan berkualitas he he he...


11 Oktober '07
nb: Sing ndeso iku sakjane yo p. Engel, trus ajak-ajak liyane he he he...

Rabu, 10 Oktober 2007

GKJ's Young Guns

Saat rehat makan malam pada acara retret 11-12 Agustus 2007 yang lalu, saya berdua dengan seorang panitia sempat ngobrol dengan salah satu pembicara tamu. Beliau mengatakan 'surprise' dengan para pesertanya yang mayoritas masih muda-muda. Karena sebelumnya beliau membayangkan akan menjadi pembicara retret dengan mayoritas peserta adalah 'kaum sepuh' atau 'kasepuhan'.

Namun ternyata, hampir semua peserta retret Pepanthan Serpong ini adalah keluarga muda. Makanya beliau 'surprise' dan berkata kepada kami berdua : "Kok, anak muda masih mau bertahan di GKJ ya?" "Biasanya anak muda itu khan nggak mau bergereja lagi di GKJ?"

Setelah kejadian itu, kami masih sering membicarakan pernyataan yang cukup menggelitik dari pembicara retret itu. Karena bisa dipandang dari dua sisi. GKJ yang sudah terlalu tua dan dianggap kurang/tidak bisa mengikuti jaman, ataukah kami yang muda-muda ini yang kurang gaul sehingga masih mau bergereja di GKJ?

Saya yakin bahwa pernyataan pembicara retret ini tidak bisa dianggap mewakili opini publik secara keseluruhan. Namun sebagai sebuah sample, pernyataan ini cukup kritis dan menggelitik.

Saya sendiri sejujurnya karena sudah terlanjur sayang dan 'lahir ceprot' langsung jadi warga GKJ. Walaupun dulu sering jalan-jalan atau jajan ke gereja lain, akhirnya pulang kandang juga. Apalagi bini gue orang GKJ juge he he he...... Even so I'm proud to be one of GKJ's Young Guns.

Nah, bagaimana dengan Anda? Kenapa mau bergereja di GKJ?



10 Oktober 2007

Rabu, 03 Oktober 2007

Tanggung Jawab Sosial Gereja -1

Tantangan saat ini dan ke depan

1. Dewasa ini Gereja telah berada dalam era masyarakat yang mulai kehilangan batas-batas (borderless) dalam segala bidang kehidupan. Makin lancarnya transportasi dan makin canggihnya sarana informasi, menyebabkan dunia menjadi semakin sempit. Perkembangan di salah satu belahan bumi, akan diketahui pada saat bersamaan di belahan bumi yang lain. Pola kehidupan di suatu negara, dalam waktu singkat akan dilihat (dan mungkin ditiru) oleh masyarakat di negara lain. Batas-batas budaya, etnis dan kedaerahan makin luntur. Namun, sebagai reaksi paradoksal terhadapnya berkembang pula kecenderungan defensif masyarakat atau komunitas manusia untuk mempertahankan keterikatan primordialnya secara sempit. Di tengah keterasingannya, manusia berusaha kembali mencari kehangatan dalam ikatan-ikatan lamanya, entah secara etnik, kultural maupun religius. Pada satu sisi ada kecenderungan masing-masing komunitas berusaha untuk mempertegas identitasnya, namun pada sisi yang lain, komunitas-komunitas itu berhadapan dengan pluralitas yang kerap kali melunturkan identitas-identitas partikularnya. Jika tidak diwaspadai, usaha mempertegas identitas tanpa memperhatikan realitas pluralistik yang dihadapi, akan menumbuhkan wawasan kerdil, yang pada gilirannya akan membuka peluang bagi terjadinya benturan dan ketegangan antarkomunitas atau antarkelompok masyarakat, baik yang bersifat lunak, maupun yang berbentuk kekerasan.

2. Fakta lain yang tidak dapat diabaikan, gereja dan seluruh umat Kristen kini telah berada di era masyarakat modern, bahkan mulai memasuki era post modern, yang dicirikan oleh rasionalitas, fungsionalitas, produktivitas, serta kemampuan bersaing (competitiveness). Jika gereja dan umat Kristen mengabaikan ciri-ciri tersebut, maka mereka akan terpinggirkan (termarjinalisasi). Dalam segala segi kehidupan, pemilihan alternatif-alternatif oleh masyarakat cenderung makin didasarkan pada pertimbangan rasional, fungsional, hasil yang dicapai dan keunggulan yang dimiliki. Segala penawaran, entah barang atau pun jasa, tidak mungkin dilepaskan dari pertimbangan-pertimbangan tersebut. Mestinya, dalam masyarakat modern dan post modern, pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan pada sentimen primordial sempit makin tidak memperoleh tempat. Namun yang jelas, benturan antara partikularitas dan pluralitas (universalitas) sedang bergolak di seluruh dunia, dan di negara-negara ‘tanggung’ seperti Indonesia ini, gereja menghadapi tekanan berat akibat benturan tersebut.

3. Dalam tatanan masyarakat dewasa ini, gereja dan umat Kristen berada di tengah gaya tarik globalitas, pluralitas dan diversitas, baik dari sisi agama, budaya, ekonomi, politik, maupun etnik. Pada satu sisi, manusia makin menyadari bahwa secara mondial dirinya berada dalam kebersamaan dengan orang lain, dan merupakan bagian dari masyarakat mondial itu. Namun pada sisi lain harus pula disadari bahwa komposisi masyarakat dunia itu terdiri dari berbagai keanekaragaman. Seharusnya keanekaragaman tersebut diterima sebagai pluralitas yang wajar dan bukan dipandang sebagai diversitas. Pluralitas mengacu pada adanya hubungan saling bergantung antarberbagai hal yang berbeda, sedangkan diversitas mengacu pada ketiadaan hubungan seperti itu.

4. Di samping itu, gereja juga menghadapi realitas lain. Dapat diproyeksikan bahwa spesifikasi-spesifikasi bidang kehidupan akan makin tajam dan penguasaan keterampilan-keterampilan tertentu akan makin dibutuhkan oleh pasar (masyarakat pengguna). Dapat diperhitungkan bahwa perhatian masyarakat akan makin bergeser, bukan lagi pada formalitas ijazah yang diperoleh seseorang, melainkan pada sertifikasi sebagai bukti penguasaan keahlian dan keterampilan tertentu. Hal ini memberi peluang bagi terciptanya berbagai bidang kehidupan yang baru. Sehubungan dengan itu, gereja dan umat Kristen dituntut untuk kreatif mencari dan menemukan alternatif-alternatif pilihan kehidupan.

5. Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, pada satu pihak diharapkan bahwa kesadaran terhadap harkat kemanusiaan yang makin tinggi dapat memberi arah menuju makin dihargainya nilai kemanusiaan. Namun pada pihak lain, seiring dengan itu, perlu disadari bahwa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak terkontrol oleh moralitas dan etika juga cenderung mengabaikan kemanusiaan, sehingga dapat pula terjadi proses dehumanisasi yang makin parah. Dalam hal ini, gereja diharapkan mampu menunjukkan keunggulannya di bidang moral dan etika. Gereja tidak hanya berurusan dengan masalah ‘kerohanian’ yang abstrak, melainkan juga berurusan dengan masalah kemasyarakatan secara konkret. Mestinya gereja mampu menjadi sumber pengajaran moral dan etika bagi masyarakat.


Oleh : Drs. Bambang Subandrijo, MTh., MA
Disampaikan dalam Weekend Session
GKJ Tangerang Pepanthan Serpong
22 September 2007

Tanggung Jawab Sosial Gereja -2


Tugas dan panggilan gereja


6. Gereja dan seluruh orang beriman mengemban tugas panggilan untuk menjadi berkat bagi banyak orang, atau dalam arti yang lebih luas, dipanggil untuk memelihara kehidupan karunia Allah. Keselamatan karunia Allah tidak lain adalah dipulihkannya kehidupan yang sesungguhnya, yaitu kehidupan damai sejahtera dalam keterhubungan dengan Allah secara benar. Dalam posisi demikian, gereja mempunyai tanggung jawab besar untuk ikut serta membangun serta membenahi dunia. Itu juga berarti bahwa gereja ikut bertanggung jawab atas kehidupan bangsanya. Gereja tidak mungkin memalingkan muka dari keprihatinan dunia (masyarakat dan bangsanya). Panggilan untuk menjadi berkat, atau menghadirkan keselamatan ini harus dijabarkan dalam seluruh segi kehidupan, termasuk kehidupan umat manusia yang kini mulai memasuki era kesejagatan.

7. Keterpanggilan gereja untuk terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara haruslah ditempatkan sebagai salah satu sisi dari tanggung jawab rangkap yang diembannya. Pada satu sisi, gereja (baca seluruh umat Kristen) adalah warga negara ‘Kerajaan Allah’, yang harus hidup dalam tatanan Kerajaan Allah, taat kepada Allah serta memberlakukan otoritas Allah sebagai ‘Raja’-nya. Namun pada sisi lain, umat Kristen adalah warganegara negara duniawi, yang harus ikut serta bertanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa dan negaranya. Keterlibatan gereja (umat Kristen) dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negaranya secara mendasar dapat disebut sebagai tanggung jawab politis. Dari sudut pandang ini, politik tidak harus diartikan sebagai sesuatu yang kotor dan duniawi, melainkan sebagai realisasi tanggung jawab warga negara terhadap kehidupan negaranya. Ada baiknya, pengertian kata politik kita gali secara etimologis. Istilah politik memiliki akar kata ‘polis’ yang artinya ‘kota’ atau ‘negara’. Dari kata ‘polis’ timbul kata ‘polites’, yang berarti ‘penduduk kota’ atau ‘warga negara’. Kata kerja Yunani ‘politeuomai’ berarti ‘memerintah atau mengatur negara’. Dari kata tersebut muncul derivatifnya ‘politike’, yang berarti ‘tanggung jawab warga negara terhadap negaranya’. Pengertian mengenai tanggung jawab warga negara terhadap negaranya disebut ‘politike episteme’. Episteme secara harfiah berarti ‘pengertian’ atau ‘pengetahuan’. Sedangkan cara-cara untuk menggalang kekuatan atau menghimpun dukungan dalam rangka menjalankan negara atau mempengaruhi jalannya negara disebut ‘politike tekhne’. Dalam istilah yang terakhir inilah kata politik sering mendapatkan konotasi negatif, karena teknik berpolitik dalam politik praktis sering mengabaikan cara-cara yang digunakan untuk memperoleh dukungan.

8. Untuk melaksanakan tugas-panggilannya di masa kini, mau tidak mau, gereja harus menyadari realitas masyarakat yang dihadapinya. Pada satu pihak, gereja diperhadapkan pada berbagai sisi dan dimensi global, sebagaimana terpapar di awal tulisan ini. Namun pada pihak lain, masyarakat yang menjadi sasaran pelayanannya secara konkret adalah masyarakat lokal dengan segala kekhasannya. Dalam rangka menjadi berkat bagi banyak orang, gereja harus mampu menemukan perpaduan harmonis dari ketegangan kedua realitas itu, tanpa mengabaikan salah satu dari padanya. Di sini kita tidak perlu mempertentangkan kebenaran gagasan think globally, act locally atau think locally act globally, sebab kedua-duanya perlu serempak dilaksanakan.

9. Dalam kondisi seperti itu bermacam-macam tantangan membentang di hadapan kita. Mengantisipasi tantangan-tantangan tersebut secara tepat akan terkait erat dengan tugas-tugas pembinaan yang harus dilakukan oleh gereja terhadap warganya. Bahkan boleh dikatakan bahwa inti tugas pembinaan adalah menyadarkan warga gereja/jemaat agar siap menghadapi segala tantangan dengan keputusan yang tepat disertai sikap iman yang benar. Itu berarti bahwa gereja harus senantiasa mencermati perkembangan masyarakat dengan sungguh-sungguh. Gereja tidak mungkin lagi berat sebelah, hanya memperhatikan urusan-urusan yang dinilai ‘rohani’ dan mengabaikan realitas kehidupan masyarakat (dunia) di sekitarnya.

10. Dalam arti luas, pembinaan yang dilakukan oleh gereja terhadap umatnya merupakan upaya yang bertujuan mengembalikan manusia kepada kemanusiaannya seutuhnya, yaitu sebagai gambar Allah yang berada dalam relasi yang benar dengan-Nya. Dalam kondisi itu, melalui keunikan masing-masing, setiap individu (seharusnya) mampu mencerminkan kemuliaan Allah secara bertanggung jawab. Melaksanakan pembinaan mencakup pula aktivitas mendidik manusia seutuhnya. Jadi jelas bahwa gereja memiliki tanggung jawab di bidang pendidikan. Hal ini tentu tidak terlepas dari kerangka tugas dan panggilannya untuk memelihara kehidupan, serta untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Ranah tanggung jawabnya bukan hanya di bidang ‘rohani’, melainkan seutuh kehidupan manusia, yang harus dipertanggungjawabkan kepada Sang Pemberi kehidupan itu.


Oleh : Drs. Bambang Subandrijo, MTh., MA
Disampaikan dalam Weekend Session
GKJ Tangerang Pepanthan Serpong
22 September 2007

Tanggung Jawab Sosial Gereja -3

Gereja: tempat pembelajaran

11. Pada masa lalu, ujung tombak pekabaran Injil di Indonesia adalah kesehatan dan pendidikan. Memang kedua hal tersebut sangat berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia. Sayang sekali, banyak gereja tidak lagi menaruh perhatian terhadap masalah ini. Kalaupun tidak melalui penyelenggaraan pendidikan formal, mestinya gereja jangan sampai kehilangan fungsinya sebagai tempat pembelajaran bagi warga jemaat, baik dalam masalah iman, maupun dalam masalah sikap hidup secara utuh. Gereja bukan hanya bertugas untuk menyosialisasikan doktrin secara turun-temurun, melainkan harus mampu membelajarkan warga jemaatnya hingga mencapai tingkat kedewasaan iman secara penuh.

12. Kerap kali gereja gagal membangun karakter warga jemaatnya sebagaimana diharapkan, sebab yang terjadi lebih banyak transfer of doctrine and tradition, ketimbang pembentukan kepribadian manusia Kristen yang sesungguhnya. Peribadahan lebih banyak dilakukan sebagai formalitas keagamaan, sementara tugas-tugas pembinaan dan pastoral terabaikan. Akibatnya, kehidupan berjemaat tercerai dari realitas masyarakat. Jemaat merasa tenteram berada dalam kehangatan persekutuannya sendiri secara eksklusif daripada membawa Injil ke luar, kepada dunia. Jika hal tersebut terjadi, berarti gereja kurang berhasil membentuk karakter manusia Kristen secara utuh. Dalam hal ini, peran rohaniwan (termasuk majelis jemaat) sangat menentukan. Rohaniwan seharusnya tidak menempatkan diri di atas menara gading dan menuntut ketaatan mutlak anggota-anggota jemaatnya, tanpa sikap kritis dan kreatif. Sebaliknya, rohaniwan adalah pelayan Tuhan dalam membelajarkan umat-Nya untuk “memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Ef. 4:12-13). Untuk itu, rohaniwan pun dituntut untuk senantiasa belajar, dalam rangka memperlengkapi diri sebagai pelayan Tuhan yang baik.

13. Dalam rangka pembelajaran dan pemberdayaan warga jemaat, gereja perlu melibatkan warga jemaat dalam kegiatan-kegiatannya, sesuai dengan potensi masing-masing. Untuk menciptakan gereja yang hidup, rohaniwan tidak seharusnya menempatkan diri sebagai figur sentral yang (menganggap diri) serba mampu, dan melakukan segala hal sendirian (one man show). Sebaliknya, warga jemaat (yang sering disebut kaum awam) haruslah mulai dilibatkan. Dengan demikian maka gereja akan hidup dan berkembang.


Oleh : Drs. Bambang Subandrijo, MTh., MA
Disampaikan dalam Weekend Session
GKJ Tangerang Pepanthan Serpong
22 September 2007

Selasa, 02 Oktober 2007

Tanggung Jawab Sosial Gereja -4

Beberapa faktor penunjang

14. Dalam rangka mewujudnyatakan iman di tengah konteks masyarakatnya, gereja dan seluruh umat Kristen dituntut untuk memiliki pengetahuan memadai mengenai budaya, kondisi sosial-ekonomi masyarakat sekitarnya, problematika sosial, dan perkembangan politik yang sedang terjadi. Dengan kata lain, gereja dan umat Kristen perlu memperhatikan keterkaitan antara iman dengan konteks kehidupan sosialnya. Untuk itu, setiap orang Kristen perlu terus-menerus membaharui dan memperlengkapi diri dengan berbagai kemampuan. Orang beriman yang baik selalu berusaha memiliki pengetahuan yang luas sebaik mungkin. Dengan demikian ia akan sanggup berkreasi, berinovasi, mencari dan menerapkan langkah-langkah solutif atas problematika yang dihadapi oleh gereja dan masyarakat tempat ia berada.

15. Untuk menciptakan kehidupan berjemaat yang semarak, tampak hidup secara dinamis, gereja perlu diperlengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Memang, sampai saat ini masih banyak gereja (merasa) kurang mampu, namun dengan pembinaan dan pengelolaan hidup berjemaat yang baik, niscaya potensi jemaat yang sering tidak kita perhitungkan, akan meningkat pesat. Jemaat yang semula merasa miskin ternyata memiliki kemampuan besar untuk menyemarakkan kehidupan gerejawinya, dan berbuat banyak untuk masyarakatnya.

16. Dalam kondisi tertentu, mungkin diperlukan pembenahan kelembagaan, meliputi: organisasi, sistem manajemen, personalia, perumusan ulang visi dan misi secara jelas. Hal ini penting dalam rangka meningkatkan kecekatan untuk mengantisipasi perkembangan, penentuan garis-garis kebijakan gereja secara cermat, cerdas dan seksama, kemampuan membangun jejaring dan sinergi dengan lembaga-lembaga lain, baik Kristiani maupun non-Kristiani, dalam rangka menangani masalah kemanusiaan bersama.

17. Hal yang tidak kalah penting untuk dikembangkan adalah kemampuan gereja mendekatkan diri dengan masyarakat. Penerimaan masyarakat sekitar terhadap gereja ditentukan oleh kualitas relasinya dengan mereka. Kadang-kadang gereja terlena dalam urusan internalnya dan abai untuk membangun relasi yang baik dengan masyarakat. Andil setiap umat Kristen dalam membangun relasi individual dengan masyarakat sekitar juga tidak dapat dianggap sepele. Oleh sebab itu, secara individual, setiap orang Kristen juga terbeban untuk membangun hubungan baik dengan orang lain di dalam jalinan masyarakatnya. Pendekatan kultural dengan tetap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan tanpa membedakan sekat-sekat primordialnya, akan merupakan salah satu kunci sukses untuk membangun relasi.

Semoga bermanfaat.

Oleh : Drs. Bambang Subandrijo, MTh., MA
Disampaikan dalam Weekend Session
GKJ Tangerang Pepanthan Serpong
22 September 2007

Senin, 01 Oktober 2007

Berterima Kasih

Sudah selayaknya saya berusaha senantiasa bersyukur atas segala yang saya miliki serta mengembangkan sikap berterima kasih atas segala berkat dan anugerah yang Tuhan berikan.

Terima kasih, adalah kata yang penuh pesona yang bisa kita ungkapkan di setiap kesempatan. Menunjukkan penghargaan kita terhadap orang lain dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati . Hal ini juga untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dengan sesama.

Dari begitu banyak berkat yang kita terima, salah satunya adalah orang-orang istimewa yang memperkaya kehidupan kita setiap saat. Teman yang mau memberikan perhatian, walau dalam kesederhanaannya.

Terima kasih saya ucapkan untuk teman-teman persekutuan doa-ku. Atas perhatiannya di salah satu moment penting dalam hidupku. Dalam kesukaan dan keceriaan mau berbagi rasa pada perayaan ulang tahunku yang sungguh luar biasa…


1 Oktober ‘07
Ulang tahunnya sudah lama, tapi baru aja nemu photonya he3x..

Sukses berarti lebih dari sekedar uang

Kesuksesan berarti melakukan yang terbaik yang dapat kita lakukan dengan apa yang kita miliki. Kesuksesan adalah suatu proses, bukan hasil akhir. Mengenai mengusahakannya, bukan keberhasilannya.


“Biarlah kita menjadi segala sesuatu yang sesuai dengan kemampuan yang diberikan pada saat kita diciptakan”.

Kehidupan menantang kita setiap hari untuk mengembangkan kemampuan kita seutuhnya. Kita sukses apabila kita sampai pada pencapaian tertinggi apa pun dalam diri kita…. ketika kita memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki.

Kehidupan tidak menuntut kita untuk selalu berada di puncak. Yang diharapkan adalah bahwa kita mengerjakan yang terbaik sesuai dengan tingkat pengalaman kita.



Berikut ini adalah apa yang dilakukan oleh orang-orang sukses dalam beberapa wilayah terpenting kehidupan :

1. Orang-orang sukses menerima kehidupan apa adanya, dengan segala kesulitan dan tantangannya. Mereka tidak mengeluh melainkan beradaptasi dengan keadaan.
2. Orang-orang sukses mengembangkan dan mempertahankan sikap positif terhadap kehidupan. Mereka melihat kehidupan sebagai serangkaian kesempatan dan kemungkinan, dan mereka selalu mengeksplorasi kesempatan dan kemungkinan tersebut.
3. Orang-orang sukses membina hubungan baik. Mereka peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.
4. Orang-orang sukses mempunyai orientasi arah dan tujuan…. mereka tahu kemana tujuan mereka. Mereka menetapkan sasaran, mencapainya kemudian menetapkan sasaran yang baru.
5. Orang-orang sukses mempunyai keinginan yang kuat untuk belajar: tentang kehidupan, dunia, dan diri mereka sendiri. Mereka melihat proses belajar sebagai suatu kegembiraan, bukan beban.
6. Orang-orang sukses adalah orang-orang yang selalu melakukan tindakan. Mereka selalu menyelesaikan masalah karena tidak takut kerja keras, dan mereka tidak menyia-nyiakan waktu.
7. Orang-orang sukses memelihara standar yang tinggi dalam perilaku personalnya. Mereka tahu kejujuran adalah bahan dasar utama bagi karakter seseorang yang baik.
8. Orang-orang sukses menghasilkan yang terbaik dalam kehidupan mereka karena memberikan yang terbaik dalam kehidupan mereka. Mereka menuai apa yang mereka tanam. Dan mereka menikmati kehidupan mereka seutuhnya.

SUKSES BERARTI LEBIH DARI SEKEDAR UANG


1 October 2007

Taken from : Life’s Greatest Lessons, Hal Urban

Kala Menulis Menggoda


Aku tak mampu mengelak
Bak datangnya cinta
Menggetarkan
Sejuta rasanya

Daun tak selalu hijau

Demikian juga dengan membaca dan menulis
Tidak harus buku-buku dilahap habis
Menulis berwujud buku yang laris manis

Namun
Bisa berbagi kenikmatan
Hening dalam membaca dan merenung
Celoteh anak-anak saat mendongeng dan mewarnai
Bisik-bisik ibu saat mengulas mode, masakan
Sampai asap rokok yang mengepul bak kereta api
Saat kaum bapak meresapi indahnya sastra Mijil

Akhirnya
Semua berpulang pada kita
Harus berawal dari diri yang suka baca-tulis
Mengalami kenikmatan dan manfaatnya
Ada hasrat berbagi itu
Mau berkorban tenaga, waktu, pikiran dan dana
Ada fasilitas yang menunjang
Pengadaan buku, donatur, transportasi yang handal
Dan selalu kreatif

(Asrie Lesningati, GKJ Purwantoro, Wonogiri)

KJ 428



Lihatlah sekelilingmu
pandanglah ke ladang-ladang
yang menguning dan sudah matang
sudah matang untuk dituai



Apa arti ladang-ladang
apa yang perlu dituai?
Ladang itu seluruh dunia
manusialah tuaiannya

Apa kita pun terpilih
mengerjakan tugas itu?
Kita juga dipilih Tuhan
dan diutus ke dalam dunia

Lihatlah sekelilingmu
pandanglah ke ladang-ladang
yang menguning dan sudah matang
sudah matang untuk dituai


1 October '07
inspired by Isaiah 6:8... SEND ME !