Rabu, 03 Oktober 2007

Tanggung Jawab Sosial Gereja -2


Tugas dan panggilan gereja


6. Gereja dan seluruh orang beriman mengemban tugas panggilan untuk menjadi berkat bagi banyak orang, atau dalam arti yang lebih luas, dipanggil untuk memelihara kehidupan karunia Allah. Keselamatan karunia Allah tidak lain adalah dipulihkannya kehidupan yang sesungguhnya, yaitu kehidupan damai sejahtera dalam keterhubungan dengan Allah secara benar. Dalam posisi demikian, gereja mempunyai tanggung jawab besar untuk ikut serta membangun serta membenahi dunia. Itu juga berarti bahwa gereja ikut bertanggung jawab atas kehidupan bangsanya. Gereja tidak mungkin memalingkan muka dari keprihatinan dunia (masyarakat dan bangsanya). Panggilan untuk menjadi berkat, atau menghadirkan keselamatan ini harus dijabarkan dalam seluruh segi kehidupan, termasuk kehidupan umat manusia yang kini mulai memasuki era kesejagatan.

7. Keterpanggilan gereja untuk terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara haruslah ditempatkan sebagai salah satu sisi dari tanggung jawab rangkap yang diembannya. Pada satu sisi, gereja (baca seluruh umat Kristen) adalah warga negara ‘Kerajaan Allah’, yang harus hidup dalam tatanan Kerajaan Allah, taat kepada Allah serta memberlakukan otoritas Allah sebagai ‘Raja’-nya. Namun pada sisi lain, umat Kristen adalah warganegara negara duniawi, yang harus ikut serta bertanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa dan negaranya. Keterlibatan gereja (umat Kristen) dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negaranya secara mendasar dapat disebut sebagai tanggung jawab politis. Dari sudut pandang ini, politik tidak harus diartikan sebagai sesuatu yang kotor dan duniawi, melainkan sebagai realisasi tanggung jawab warga negara terhadap kehidupan negaranya. Ada baiknya, pengertian kata politik kita gali secara etimologis. Istilah politik memiliki akar kata ‘polis’ yang artinya ‘kota’ atau ‘negara’. Dari kata ‘polis’ timbul kata ‘polites’, yang berarti ‘penduduk kota’ atau ‘warga negara’. Kata kerja Yunani ‘politeuomai’ berarti ‘memerintah atau mengatur negara’. Dari kata tersebut muncul derivatifnya ‘politike’, yang berarti ‘tanggung jawab warga negara terhadap negaranya’. Pengertian mengenai tanggung jawab warga negara terhadap negaranya disebut ‘politike episteme’. Episteme secara harfiah berarti ‘pengertian’ atau ‘pengetahuan’. Sedangkan cara-cara untuk menggalang kekuatan atau menghimpun dukungan dalam rangka menjalankan negara atau mempengaruhi jalannya negara disebut ‘politike tekhne’. Dalam istilah yang terakhir inilah kata politik sering mendapatkan konotasi negatif, karena teknik berpolitik dalam politik praktis sering mengabaikan cara-cara yang digunakan untuk memperoleh dukungan.

8. Untuk melaksanakan tugas-panggilannya di masa kini, mau tidak mau, gereja harus menyadari realitas masyarakat yang dihadapinya. Pada satu pihak, gereja diperhadapkan pada berbagai sisi dan dimensi global, sebagaimana terpapar di awal tulisan ini. Namun pada pihak lain, masyarakat yang menjadi sasaran pelayanannya secara konkret adalah masyarakat lokal dengan segala kekhasannya. Dalam rangka menjadi berkat bagi banyak orang, gereja harus mampu menemukan perpaduan harmonis dari ketegangan kedua realitas itu, tanpa mengabaikan salah satu dari padanya. Di sini kita tidak perlu mempertentangkan kebenaran gagasan think globally, act locally atau think locally act globally, sebab kedua-duanya perlu serempak dilaksanakan.

9. Dalam kondisi seperti itu bermacam-macam tantangan membentang di hadapan kita. Mengantisipasi tantangan-tantangan tersebut secara tepat akan terkait erat dengan tugas-tugas pembinaan yang harus dilakukan oleh gereja terhadap warganya. Bahkan boleh dikatakan bahwa inti tugas pembinaan adalah menyadarkan warga gereja/jemaat agar siap menghadapi segala tantangan dengan keputusan yang tepat disertai sikap iman yang benar. Itu berarti bahwa gereja harus senantiasa mencermati perkembangan masyarakat dengan sungguh-sungguh. Gereja tidak mungkin lagi berat sebelah, hanya memperhatikan urusan-urusan yang dinilai ‘rohani’ dan mengabaikan realitas kehidupan masyarakat (dunia) di sekitarnya.

10. Dalam arti luas, pembinaan yang dilakukan oleh gereja terhadap umatnya merupakan upaya yang bertujuan mengembalikan manusia kepada kemanusiaannya seutuhnya, yaitu sebagai gambar Allah yang berada dalam relasi yang benar dengan-Nya. Dalam kondisi itu, melalui keunikan masing-masing, setiap individu (seharusnya) mampu mencerminkan kemuliaan Allah secara bertanggung jawab. Melaksanakan pembinaan mencakup pula aktivitas mendidik manusia seutuhnya. Jadi jelas bahwa gereja memiliki tanggung jawab di bidang pendidikan. Hal ini tentu tidak terlepas dari kerangka tugas dan panggilannya untuk memelihara kehidupan, serta untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Ranah tanggung jawabnya bukan hanya di bidang ‘rohani’, melainkan seutuh kehidupan manusia, yang harus dipertanggungjawabkan kepada Sang Pemberi kehidupan itu.


Oleh : Drs. Bambang Subandrijo, MTh., MA
Disampaikan dalam Weekend Session
GKJ Tangerang Pepanthan Serpong
22 September 2007

Tidak ada komentar: